Menjelang
pergantian tahun 2012, air mata berderai di berbagai bioskop tanah air.
Kerinduan akan sebuah tayangan yang mengaduk emosi akhirnya terbayar
melalui film Habibie & Ainun. Film yang bercerita tentang kisah
cinta BJ Habibie dan Ainun Habibie membuat banyak orang, khususnya
wanita, ingin memiliki kisah cinta yang sama, atau setidaknya, sebuah
cinta sejati yang luar biasa.
Film Habibie
& Ainun dimulai ketika mereka berjumpa pertama kali di masa sekolah.
Sejak awal, keduanya digambarkan sebagai siswa siswi cerdas yang oleh
para guru ‘diramalkan’ berjodoh. Hanya saja, jiwa muda Habibie belum
menemukan sisi cantik dan keteguhan hati seorang Ainun. Bahkan, Habibie
mengatakan bahwa Ainun jelek, gendut, hitam.. seperti gula jawa. Sebuah
ejekan manis dan sukses membuat banyak penonton tersenyum.
Gula jawaku sudah berubah jadi gula pasir
Waktu bergulir,
keduanya melanjutkan sekolah di tempat yang berbeda. Habibie mengambil
ilmu teknik mesin, sedangkan Ainun mengambil ilmu kedokteran. Takdir
mempertemukan mereka kembali. Ainun yang dulu dikatakan seperti gula
jawa, telah memancarkan aura gadis cerdas, teguh dan cantik. Habibie
meralat kata-katanya dulu, Ainun tidak lagi menjadi gula jawa, tetapi
gula pasir yang murni dan manis.
Sebagai gadis
yang cerdas dan cantik, banyak pria yang mengantri untuk mengambil hati
Ainun. Habibie yang pada waktu muda bukan siapa-siapa (bahkan dicap
miskin) tetap percaya pada hatinya bahwa Ainun adalah gadis yang akan
menjadi pendampingnya. Walau teman-temannya pesimis akan sikap Habibie,
Habibie yakin bahwa jodoh sudah ada yang mengatur. Dengan logika ilmu
teknik yang dimiliki, Habibie berpendapat
“Mau ganteng atau tidak, kalau hatinya tidak satu frekuensi, bagaimana?”
– BJ Habibie dalam film Habibie & Ainun
Saya akan menjadi suami yang terbaik untuk Ainun..
Sekali lagi,
garis jodoh menunjukkan bahwa ‘frekuensi’ Habibie dan Ainun berada pada
jalur yang sama dan cocok. Tidak perlu waktu lama hingga Habibie
menyatakan rasa suka dan keseriusannya untuk menikah dan membawa Ainun
tinggal bersama di Jerman, untuk mendampingi Habibie menyelesaikan
sekolah dan impiannya membuat pesawat terbang Indonesia. Inilah
kata-kata manis yang membuat Ainun mantap menjatuhkan hatinya pada
Habibie.
“Saya tidak
bisa menjanjikan banyak hal. Saya tidak tahu apakah hidup kita di Jerman
akan sulit atau tidak, apakah Ainun tetap bisa menjadi dokter atau
tidak. Tapi yang jelas, saya akan menjadi suami yang terbaik untuk
Ainun.”
Mereka berdua
akhirnya menikah pada tanggal 12 Mei 1962. Habibie langsung memboyong
Ainun untuk tinggal bersamanya di Jerman. Tempat yang jauh dari
Indonesia, tempat dimana mereka mulai berjuang membangun sebuah
keluarga.
Saya dan Ainun adalah dua raga tetapi dalam satu jiwa
Tinggal di
negara orang lain menjadi sebuah perjuangan yang berat. Habibie dan
Ainun mengalami masa-masa yang berat, tetapi mereka saling menguatkan,
saling menopang. Hingga sedikit demi sedikit, kehidupan mereka semakin
baik. Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan kehadiran dua buah hati
yang menggemaskan. Saat anak-anak mereka sudah bisa dititipkan pada
pengasuh, Ainun kembali rindu untuk menolong orang lain. Dengan izin
Habibie, Ainun membuka praktik sebagai dokter anak.
Di sinilah
keteguhan seorang istri dan ibu dipertaruhkan. Saat Habibie mulai
merakit mimpi-mimpinya, Ainun berada dalam titik penentuan. Di saat
Ainun menolong banyak anak dan menyembuhkan mereka dari sakit, justru
putranya mengalami sakit. Hal itu membuat pemikiran Ainun berubah.
Akhirnya wanita yang lemah lembut ini menanggalkan jubah dokter untuk
mengabdi sepenuhnya untuk suami dan buah hati mereka.
Saat Habibie
kembali ke Indonesia untuk mewujudkan mimpinya membuat pesawat terbang,
Ainun selalu setia mendampingi dan menguatkan suaminya. Juga saat
Habibie masuk dalam dunia politik yang penuh godaan uang dan perempuan
muda yang cantik, kedua tetap memperjuangkan kesetiaan akan cinta dan
pengabdian untuk negara. Ainun tidak pernah lupa menyiapkan obat untuk
sang suami, dengan kenyataan bahwa dia sendiri sudah divonis memiliki
kanker ovarium. Ainun merahasiakan hal itu dari suaminya, dengan harapan
agar Habibie tetap fokus mengemban tugasnya yang semakin berat.
Selamat jalan sayang..
Sedikit demi
sedikit, kanker yang diderita Ainun menggerogoti tubuhnya. Habibie
akhirnya mengetahui beban berat yang ditanggung Ainun. Berkali-kali
operasi dilakukan, bahkan dengan alat kedokteran terbaru di Jerman,
tetapi kondisi Ainun tidak kunjung membaik. Bagi Habibie, dia harus
memperjuangkan kehidupan Ainun, karena sang istri telah banyak berkorban
untuknya. Sesungguhnya, jauh di lubuk hati Ainun, dia tidak pernah
merasa dikorbankan, dia tulus mendampingi Habibie dan menjadi istri yang
setia, seperti janjinya dahulu sebelum menikah.
Takdir membuat
Habibie dan Ainun berpisah. Air mata tidak cukup untuk menunjukkan
bagaimana seorang Habibie yang kuat dan tegar harus kehilangan wanita
yang sangat dia cintai, wanita tegar yang selalu mendampinginya, wanita
yang masih memikirkan kesehatan Habibie disaat dia harus berjuang dengan
kanker yang menggerogoti tubuhnya.
Sebuah kisah
cinta dan kesetiaan yang membuat banyak wanita ingin memiliki kisah
cinta yang sama. Seperti itulah seharusnya seorang pria, seorang suami,
dan seperti itulah seharusnya seorang wanita, seorang istri. Saling
menopang, saling menjaga, saling mencinta dan setia dalam kemesraan yang
manis.
Film manis yang bisa menjadi inspirasi yang besar untuk kita. Jika Anda belum menonton film ini, masih ada waktu untuk menikmatinya :)
Kamu itu
orang paling keras kepala dan paling sulit yang pernah aku kenal. Tapi
jika aku harus mengulang hidupku, aku akan tetap memilih kamu.
– Ainun dalam film Habibie & Ainun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar