Jumat, 03 Mei 2013

61. Ketika Diam adalah Pilihan

Pagi yang indah ketika nyanyian burung saling bersahutan. Mentari yang mulai berani menampakkan senyumnya, menambah keindahan pagi. Kesibukan di kampus pun telah menungguku. Aku pun pergi ke kampus dengan penuh semangat. Setibanya di kampus, ku melihat beberapa sepeda motor yang tersusun rapi. “Mengapa hanya ada sedikit sepeda motor di sini? Kemana ya para panitia seminar? Katanya harus datang pagi-pagi” pikirku.
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Maksudku ingin melihat teman-teman yang lain. Tapi bukan teman-teman yang ku lihat. Ayo tebak apa coba? Gak tau kan? Trus, mau tau atau mau tau banget? Haha, bercanda teman. Ternyata yang ku lihat adalah seorang gadis berjilbab merah muda dengan kaca mata yang menghiasi wajahnya. Ia hanya tersenyum. Aku terdiam sejenak. Tiba-tiba seorang teman menyapaku. “Ales”
“Eh Ridho, baru datang ya?” jawabku.
“Iya, ke dalam lagi yuk, kita lihat keadaan di dalam” ajaknya.
Kami pun beranjak pergi. Semakin jauh ku melangkah, semakin tak terlihat senyum manisnya. Oke, berlalu sudah kisah pagi itu. Tak lama kemudian seminar pun di mulai dan berjalan sukses sampai akhir acara.
Seperti air yang mengalir, hari demi hari pun berlalu tanpa pernah akan kembali. Bayangan tentangnya sudah samar-samar di benakku. Sampai pada suatu acara yang di lakukan oleh salah satu UKMF kampus. Aku tak pernah menyangka akan dipertemukan lagi dengan dirinya. Meski aku berharap bertemu lagi dengannya. He he…
Sesekali aku menoleh ke belakang hanya untuk melihat dirinya. Aku seperti rumput yang sangat bahagia saat hujan mengguyur ketika musim kemarau. Ketika sebuah pertanyaan di ajukan oleh pembawa acara, aku ingin sekali menjawabnya agar ia mengenal siapa aku.
“Jawab atau tidak ya, jawab atau tidak ya” kebimbangan ini terus-menerus bermunculan di otakku.
Akan tetapi, sifatku yang pemalu tak bisa ku lawan. Aku tak berkutik meski ku coba melawan dengan sekuat pikiranku. Tanpa terasa acarapun selesai. Kesempatan pun berlalu.
Aku menceritakan semua yang terjadi kepada teman-temanku.
“Ki, semalam aku bertemu dengan seorang wanita berkaca mata yang manis sekali, pakaiannya muslimah lagi. Dirinya membuatku kagum Ki” ceritaku pada Riki.
“Memangnya dia dari Fakultas mana Les? Jawab Riki.
“Fakultas Tarbiyah dan Keguruan mungkin. Jawabku.
“Kapan-kapan tunjukkan kami orangnya ya” sahut Indon.
“Sip deh” jawabku.
Semenjak saat itu aku pun berharap untuk bertemu dengannya kembali. Ternyata harapan ku itu benar-benar terjadi, lagi-lagi aku di pertemukan dengan dirinya dalam suatu acara di kampus. Aku menghadiri acara itu bersama Riki.
“Ki, itu kakak yang aku ceritakan kemaren”
“Mana les?” tanya Riki.
“Itu yang pakai jilbab hijau” jawabku.
“O’oh itu, aku dengan Indon juga pernah melihatnya di Bank dekat Fakultas kita. Cantik Les” kata Riki.
Kali ini mencul rasa yang tak biasa, susah rasanya untuk melepaskan pandangan dari dirinya. Jilbab hijau yang melingkar menutupi kepalanya, kaca mata yang menghiasi wajahnya. Senyuman manisnya, busana muslimah nan anggun, mencerminkan seorang wanita muslimah.
Ketika ku terhanyut dalam lamunan, adzan shalat Ashar pun berkumandang. Kami berangsur-angsur pergi ke luar untuk menunaikan shalat ashar. Setelah selesai menunaikan shalat, aku dan Riki duduk di dalam ruangan sambil menunggu teman-teman yang lain memasuki ruangan untuk melanjutkan acara.
Kami duduk di dekat pintu masuk. Ketika asyik bercerita, panitia acara menyuruh para peserta untuk segera bergegas ke tempat duduk masing-masing karena acara akan dilanjutkan kembali. Kami pun bergegas. Aku mulai melangkahkan kaki, tiba-tiba gadis berjilbab hijau itu pun muncul dari pintu masuk. Rasa yang aneh pun mulai ku rasakan. Jantung ku berdegup kencang saat aku berjalan di dekatnya. Ayunan langkah kaki ku dan dirinya yang serentak menuju tempat duduk, sungguh aku tak pernah menyangka hal ini akan terjadi.
“Cie, cie Ales” sindir Riki.
“Apa Ki?” jawabku.
“Bagaimana rasanya berjalan disampingnya?” kata Riki.
“Jantungku serasa mau jatuh Ki. Untung saja aku gak jatuh pingsan. Hahaha” candaku.
“Lebayyyyy kamu les” kata Riki.
“Hehehe” aku hanya tersenyum.
Aku tidak bisa fokus rasanya mengikuti acara tersebut. Selalu saja aku mencari kesempatan untuk melihatnya. Yah, udah salah tempat ni. Bukannya menyimak acara, malah memperhatikan dia. Bagi teman-teman, jangan sampai hal ini terjadi pada kalian ya. Dalam mengikuti suatu acara harus fokus terhadap acara tersebut. Setujuuu? Hehe…
Tak lama kemudian acara pun selesai. Aku dan Riki pun bergegas pulang. Sesampainya di halaman luar gedung, ternyata dia tepat di depan kami.
“Ki, Ki, itu dia.” Ucapku.
“Udah lah Les, dari tadi dia aja yang kamu perhatikan” nasehat Riki.
Tiba-tiba seseorang memanggilnya dengan ucapan “Si”.
“Si?” kira-kira siapa ya namanya? Pikirku.
Aku pun pulang dengan seribu tanda tanya. Seperti jurusnya Naruto ya, jurus seribu bayangan. Hehe. Di dalam pikiranku, ada seribu tanda tanya. Tanda tanya tentang siapa nama gadis berjilbab hijau itu sebenarnya.
Aku mulai mencari namanya di facebook dengan kata kunci “Si”. Ternyata usahaku tidak sia-sia. Aku menemukan akun facebooknya. Kami pun berteman di jejaring sosial tersebut dan kemudian berlanjut ke twitter.
Semua seperti sebuah skenario yang telah tersusun rapi. Semakin hari semakin aku tak bisa lepas dari dekapan bayang-bayang tentangnya. Ku selalu teringat pada dirinya, sering menyebut namanya serta membicarakan dirinya. Sikapnya yang mungkin biasa-biasa saja bahkan tiba-tiba menjadi terasa lebih mengesankan dari pada sikap seorang sahabat yang bersusah payah membantu ku dalam menyelesaikan masalah. Aneh bukan? Ya, memang aneh. But, it is real friend. Teman-teman semua juga pernah merasakannya kan? Hayo ngaku.. ngaku aja deh. hehe. Kurasa aku telah jatuh cinta padanya. Ini adalah anggapan awalku. Tetapi ternyata aku salah. Ini bukan cinta. Aku hanya terperangkap nafsu yang telah memenjarakan akal sehatku. Nafsu untuk selalu memikirkannya, membayangkan sesuatu tentang dirinya.
Jika aku memilikinya pun, apa yang bisa ku beri untuknya? Apa yang bisa ku lakukan untuk membahagiakannya? Baru juga mahasiswa, pikirannya udah jauh menerawang tanpa kejelasan arah dan tujuan. Think again! Masa depan masih panjang. Masih banyak hal-hal besar yang bisa ku lakukan. Masih banyak tantangan dan rintangan kehidupan yang belum ku rasakan. Lagi-lagi masih banyak persiapan yang ku butuhkan untuk bisa memilikinya dengan cara yang halal bukan dengan cara biasa yang sebenarnya tak biasa dan seharusnya tak pernah ada seperti fenomena sekarang ini.
Tak bisa ku mengkhianati hatiku sendiri. Tak bisa ku berkata tidak untuk tidak memikirkannya dan tak bisa ku berkata tidak jika aku berharap bisa memilikinya. Jujur, aku ingin memilikinya, menjadikannya seseorang yang memiliki arti dan makna yang spesial. Seseorang yang akan menemani hari-hari ku hingga dunia tak akan terlihat lagi. Tetapi aku belum siap. Secara masih mahasiswa. Apa-apa masih minta sama orang tua. Jadi lebih baik aku memendam keinginan itu, membiarkannya dalam diam dan jika keinginanku ini tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, akan kucoba untuk membiarkannya tetap diam. Jika memang ia bukan jodohku, aku yakin Allah tahu. Seiring mengalirnya air, ia akan membawa setitik demi setitik rintihan hujan mengikuti alirannya menempuh jalan nan panjang untuk sekedar melepas lelah di ujung perjalanan. Perlahan-lahan keinginan itu akan hilang dengan sendirinya dan Allah akan menggantinya dengan rasa yang lebih indah dan tepat. Akan kucoba untuk menyimpannya rapat-rapat, menjadikannya memori nan indah di sudut hati. Percayalah sesungguhnya Allah itu lebih mengetahui apa yang tidak kita ketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar