Jenis Bahan Indo Lead: Artikel
Keberhasilan
hamba-hamba Tuhan seperti Penginjil D. L. Moody, Dr. Billy Graham, atau
Dr. Paul Yonggi Cho, tidak hanya terletak pada kehebatan mereka dalam
berkhotbah, tetapi juga pada kepemimpinan mereka. Berdoa saja tidak
cukup. Seorang hamba Tuhan harus mampu memimpin. Hal-hal apa yang
menghambat kepemimpinan Anda selama ini? Yang berikut ini kiranya dapat
menolong Anda untuk melihat beberapa hambatan dan bagaimana
mengatasinya.
Komunikasi Yang Kurang Baik
Komunikasi dalam kepemimpinan melibatkan minimal dua
pihak: Pihak yang memimpin dan pihak yang dipimpin. Komunikasi antara
keduanya sangat menentukan dalam hal ini. Seorang pemimpin sering kali
merasa bahwa ia sudah menyampaikan suatu pesan kepada bawahannya secara
jelas. Berarti, bawahannya harus menjalankannya. Kalau ini terjadi di
perusahaan-perusahaan profit, yang setiap karyawannya digaji, tidak
masalah. Bawahan harus berusaha mengerti apa yang dimaksudkan oleh
pemimpinnya. Jika tidak, ia akan dinilai tidak baik, dan itu akan
memengaruhi gajinya. Dalam pelayanan, kita berhadapan dengan orang-orang
yang bekerja dengan sukarela. Bukan bawahan yang berusaha untuk
mengerti. Tetapi, pemimpinlah yang berusaha untuk memahami bawahan, dan
selanjutnya mengomunikasikan dengan jelas dan menarik apa yang menjadi
keinginan atau visinya.
Pedoman yang dikeluarkan oleh buletin Christian
Management Association berikut ini kiranya dapat menolong Anda mengatasi
hambatan komunikasi.
-
Berusahalah mendapatkan kepercayaan dari bawahan Anda.
-
Komunikasikan secara terbuka.
-
Sampaikanlah maksud Anda dengan jelas dan spesifik.
-
Komunikasi sebaiknya bersifat interaktif.
-
Berkomunikasilah secara teratur.
Kredibilitas seorang pemimpin itu penting dan sangat
memengaruhi kepercayaan orang yang dipimpin. Jika seorang pemimpin tidak
lebih pintar dari bawahannya, ia akan mengalami kesulitan dalam
memimpin. Jika seorang pemimpin lembaga kerohanian tidak lebih rohani
dari anak buahnya, ia akan dianggap remeh. Intinya, seorang pemimpin
harus memiliki nilai tambah dibandingkan dengan bawahannya.
Keterbukaan dalam berkomunikasi akan menumbuhkan rasa
saling percaya di antara kedua belah pihak. Sampaikanlah bukan saja apa
yang Anda perlu sampaikan, melainkan lebih dari itu. Keterbukaan yang
dimaksud tentu bukanlah tanpa kebijaksanaan. Saya senang dengan orang
yang terbuka, tetapi saya lebih senang dengan orang terbuka yang
disertai dengan kebijaksanaan yang dari Tuhan.
Lebih baik menggunakan satu kalimat yang dapat
dimengerti, daripada seribu kalimat yang sulit dimengerti. Jika Anda
berkata kepada bawahan Anda, "Hari ini kamu bekerja dengan baik."
Kata-kata itu tidak lebih dari sekadar basa-basi saja. Dari kalimat itu,
kita bertanya, apanya yang baik? Dan, dari semua pekerjaan hari ini,
mana dari pekerjaan itu yang baik? Ungkapan Anda itu malah menimbulkan
banyak pertanyaan, dan bawahan Anda bisa mencurigai Anda. Lebih baik
Anda berkata, "Surat yang kamu ketik ini bersih dan rapi."
Anda hendaknya bersikap sedemikian rupa sehingga
orang lain merasa bebas untuk memberi respons terhadap Anda dan tidak
takut untuk menyampaikan tanggapan, reaksi, gagasan, kritik, atau
komentar mereka.
Apakah Anda berkomunikasi secara teratur dengan
bawahan Anda, dan sebaliknya? Terkadang, rapat hanya merupakan kegiatan
rutin yang membosankan. Padahal, rapat seharusnya menjadi sangat penting
dalam menjalin hubungan komunikasi dengan bawahan. Hubungan dengan
bawahan tidak hanya melalui rapat, tetapi juga melalui
pertemuan-pertemuan informal. Salah seorang pemimpin sebuah organisasi
pelayanan selalu menyempatkan diri untuk berbicara dengan bawahannya
(mulai dari tukang sapu sampai wakilnya) secara pribadi. Biasanya, ia
menjadwalkan satu orang setiap hari secara bergiliran.
Kurangnya Pemahaman Mengenai Proses Komunikasi
Proses komunikasi berjalan melalui dua jalur, yakni
jalur formal (resmi) dan jalur informal (tidak resmi). Dengan kata lain,
komunikasi terjadi melalui apa yang Anda katakan atau tulis, dan apa
yang Anda perlihatkan (sikap, perasaan, nilai yang dianut).
Hal ini dapat kita lihat dari apa yang dikatakan oleh
hadirin yang ada di rumah sembahyang orang Yahudi mengenai Yesus: "Dan
semua orang ... heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya
(pesan formal). Bukankah Ia ini anak Yusuf?" (kesan informal) (Lukas 4:22).
Yang justru lebih besar pengaruhnya adalah pesan yang
diterima secara formal. Kesan yang ditampilkan seperti kedudukan,
sikap, perhatian, kredibilitas, kesaksian hidup, jauh lebih memengaruhi
orang lain ketimbang apa yang kita bicarakan. Ada ungkapan yang
mengatakan, "Pemberita adalah berita itu sendiri."
Ketegangan (Stres)
Seorang pemimpin harus cepat tanggap terhadap stres
yang dialaminya sendiri maupun oleh anak buahnya. Dalam tahap tertentu,
stres itu berguna bahkan diperlukan. Tetapi, stres yang berlebihan akan
membuat segalanya kacau balau.
Setiap orang berbeda dalam daya tahan terhadap suatu
ketegangan, dan masing-masing memunyai reaksi yang berbeda terhadap
ketegangan. Penyebab ketegangan dan perbedaan reaksi orang terhadapnya
dapat dilihat dalam daftar berikut ini.
Penyebab stres:
-
Perubahan dalam pelayanan.
-
Penurunan mutu dalam hubungan.
-
Kurangnya buah-buah pelayanan kerja.
-
Menyesuaikan dengan lingkungan baru.
Reaksi jenis A:
-
Rasa takut, khawatir, merasa kurang mampu.
-
Menarik diri, kesal.
-
Depresi, menyalahkan diri, kecanduan.
-
Merasa kehilangan arah, menarik diri.
Reaksi jenis B:
-
Senang tantangan, asyik dengan perubahan.
-
Ingin bertukar pikiran, berusaha mencapai kesepakatan.
-
Melihat faktor-faktor penghambat, segera masuk peperangan rohani.
-
Penyesuaian diri.
Bagaimana mengetahui adanya gejala stres? Sekali
lagi, kita perlu menyadari bahwa dalam batas-batas tertentu, stres itu
sehat. Stres yang kurang baik adalah apabila stres itu justru terlalu
kecil ataupun terlalu besar. Berikut adalah daftar gejala stres:
-
Stres skala kecil (kurang baik):
-
Sering bosan.
-
Sikap apatis.
-
Suka ketiduran.
-
Motivasi kurang.
-
Rasa malas.
-
Bersikap negatif.
-
Pikiran tumpul.
-
Stres yang pas (baik):
-
Timbul semangat.
-
Motivasi besar.
-
Menjadi waspada.
-
Energi tinggi.
-
Analisis tajam.
-
Persepsi tajam.
-
Bersikap tenang.
-
Stres yang tingkat tinggi (kurang baik):
-
Susah tidur.
-
Mudah tersinggung.
-
Gampang celaka.
-
Kurang nafsu makan.
-
Hubungan tegang.
-
Salah penilaian.
-
Sulit mengambil keputusan.
Tidak Memunyai Teman
Orang yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain
akan mengalami kesulitan dalam pelayanan. Seorang pemimpin harus diakui
bahwa ia adalah seorang yang telah menapaki sekian anak tangga untuk
mencapai kariernya. Tetapi, jangan lupa, setelah ia mencapai puncak
kepemimpinannya itu, ia pun sampai pada suatu keadaan sendirian.
Kebanyakan orang sungkan berkomunikasi dengannya karena kedudukannya
itu. Orang yang berhubungan dengannya umumnya hanya dalam suasana
formal. Padahal, sebagai seorang manusia, ia membutuhkan sapaan sebagai
seorang sahabat. Akibatnya, ia menjadi kesepian.
Biasanya, kita menjadi bersungguh-sungguh dalam
pelayanan kita sendiri, sehingga kesungguhan kita itu pada akhirnya
berubah menjadi suatu titik kelemahan: Kita tidak cukup banyak
memikirkan dan mendoakan satu sama lain. Pemimpin harus selalu
memikirkan berbagai hal untuk membantu anak buahnya, agar mereka dapat
menjalin hubungan baik satu sama lain. Barangkali, apa yang kita lakukan
itu harus mengeluarkan biaya yang lumayan besar, misalnya harus
mengeluarkan ongkos perjalanan yang besar hanya untuk datang bersekutu
dengan kawan-kawan kita.
Seorang sahabat adalah orang yang mampu mengurangi
ketegangan kita dalam pelayanan. Sebab dengan sahabat, kita bisa membuka
isi hati yang sudah terpendam begitu lama. Kita saling berbagi
pengalaman, baik yang menyusahkan maupun yang menyukakan.
Kurang Siap Dalam Menghadapi Arus Perubahan
Memang ada suatu bahaya besar, bahwa suatu lembaga
rohani akan tetap meneruskan cara-cara kerja yang sebenarnya sudah
ketinggalan zaman, dan kurang menyadari bahwa perubahan situasi
seharusnya dihadapi dengan cara-cara yang berlainan. Metode hari ini
belum tentu cocok untuk yang akan datang. Kita harus peka terhadap
perubahan.
Dunia dan perubahannya sekarang ini berjalan begitu
cepat sehingga kalau kita tidak segera membuat penyesuaian, maka kita
akan ketinggalan. Banyak pemimpin gereja sekarang ini yang cenderung
mempertahankan apa yang sudah menjadi kebiasaan nenek moyang mereka
dulu. Memang ada hal-hal tertentu, seperti doktrin dan beberapa
kebijaksanaan lainnya yang tidak berubah. Tetapi, hal-hal yang
menyangkut metode, perlu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
yang sedang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar