Rino dan Rani sedang berjalan-jalan di taman kota. Tiba-tiba mereka melihat sekelompok anak sedang menimpuki seekor anak anjing.
“Lihat Rino, kasian sekali anak anjing itu,” ujar Rani.
“Ayo, kita tolong!” ajak Rino.
Hei, kalian jangan mengganggu anjing itu!” teriak Rino.
“Ya, itu anjing kami. Pergilah kalian!” seru Rani.
Akhirnya anak-anak itu pergi. Rino dan Rani menghampiri anak anjing tersebut. Ternyata kakinya terluka. Ia tidak bisa berjalan. Rino dan Rani menggendong anak anjing itu. Tetapi anak anjing itu melolong kesakitan. Ia tidak mau digendong.
“Aku ada akal. Tunggulah di sini,” kata Rino.
Lalu Rino pulang. Sebentar kemudian ia datang lagi sambil membawa gerobak kecil. Rino dan Rani membawa anak anjing itu pulang ke rumah Rino. Namun orang tua Rino tidak setuju anak anjing itu tinggal bersama mereka. Akhirnya anak anjing itu di bawa ke rumah Rani. Tapi untuk sementara ia harus tidur di gudang. Lalu mereka mengobati luka kakinya dan membalutnya dengan kain. Pagi-pagi sekali anak anjing itu sudah bangun. Ia keluar dari gudang dan masuk ke kamar Rani. Lalu ia mendorong-dorong tubuh Rani. Rani terbangun.
“Hei, kau sudah sembuh, ya?” tanya Rani senang.
“Guk guk guk!” anak anjing itu menyalak dan berputar-putar.
“Kita beri nama dia Bruno,” kata Rino.
“Aku lebih suka ia bernama Heli,” sahut Rani.
“Tidak, anjing itu harus bernama Bruno!” protes Rino.
“Tidak, aku maunya Heli!” Rani mulai kesal.
“Aku yang membawa gerobak untuknya!” kata Rino ketus.
“Aku yang pertama kali melihatnya!” Rani tidak mau kalah.
“Guk guk guk!” tiba-tiba anak anjing itu menyalak. Ia tidak suka melihat Rino dan Rani bertengkar. Lalu si anak anjing berguling. Rupanya ia ingin memperlihatkan kalungnya. Rino dan Rani melihat ada tulisan MUMU di kalung itu.
“Halo Mumu,” sapa mereka. “Guk guk guk,” anak anjing itu melonjak-lonjak gembira.
Kemudian Rino dan Rani mengajak Mumu berjalan-jalan di perumahan. Mumu tampak senang sekali. Tiba-tiba ada seekor kucing lewat. Mumu langsung mengejarnya. Kucing itu melewati halaman rumah Nenek Maya. Mumu mengejarnya… olala, Mumu menjatuhkan jemuran Nenek Ijah.
“Hai, anjing nakal. Ayo kembalikan jemuranku!” teriak Nenek Ijah. Rupanya sebuah sarung yang dijemur telah terbawa oleh Mumu. Hahaha, lihatlah Mumu, ia tampak seperti anjing badut. Rino dan Rani terus mengejar Mumu.
“Berhenti Mumu!” teriak mereka. Tapi Mumu terus saja berlari. Kini si kucing melewati pekarangan rumah Pak Hadi. Pak Hadi sedang memberi makan ayam-ayamnya. Ia membawa seember makanan ayam. Mumu mengejar kucing itu. Apa lagi yang terjadi? Ya ampun, Mumu telah membuat Pak Hadi terkejut. Ember di tangan Pak Hadi sampai terlepas dan jatuh tepat menutupi kepala Mumu. Mumu tidak bisa melihat. Ia berlari kesana kemari, hingga menabrak pohon. Hm, pekarangan Pak Hadi jadi berantakan. Rino dan Rani membawa Mumu pulang. Mereka memandikan Mumu sampai bersih dan wangi.
“Kami akan melatihmu menjadi anjing yang pintar,” kata Rino dan Rani. Setelah itu Rino dan Rani membawa Mumu ke taman kota. Mereka membawa mainan dan bangku tinggi.
“Mumu, ayo lompati bangku ini,” perintah Rani.
Tapi Mumu diam saja. Ia hanya memperhatikan bangku itu.
“Lihat aku, kau pasti bisa.” Lalu Rani memanjat bangku dan turun kembali. Mumu berputar-putar karena senang. Kemudian Mumu pun melompati bangku itu. Rino dan Rani bertepuk tangan.
“Mumu, ayo tangkap mainan ini,” perintah Rino sambil melempar mainan. Mumu diam saja. Ia hanya memperhatikan mainan itu melayang dan jatuh ke tanah.
“Lihat aku, kau pasti bisa,” kata Rino. Lalu Rani melempar mainan itu. Rino berlari dan menangkapnya. Mumu berputar-putar Karena senang. Kini Mumu berlari saat Rino melempar mainan. Hup, Mumu berhasil menangkap mainan itu. Rino dan Rani bertepuk tangan. Hari berikutnya Rino dan Rani mengajak Mumu bermain di tepi jalan. Tiba-tiba ada pemuda bertubuh gemuk merebut dompet dari tangan seorang ibu.
“Copet!” teriak si ibu. Rino dan Rani kaget. Mumu segera mengejar pemuda itu. Ia melompat tinggi dan menerjang si gemuk hingga terjatuh. Untunglah ada polisi yang sedang patrol
“Hei, mau kemana kalian. Ayo ikut kami!” kata Pak Polisi. Akhirnya kedua pemuda itu tertangkap. Mumu mengambil dompet itu lalu memberikannya kepada Rani. Kemudian kedua polisi itu mendekati, Rino, Rani, dan Mumu.
“Mumu, sedang apa kau di sini. Kami mencarimu ke mana-mana. Ayo pulanglah. Indukmu rindu padamu,” kata Polisi itu. Rupanya Mumu adalah anak seekor anjing polisi. Saat para polisi ingin melatihnya, si Mumu kabur. Akibatnya ia tersesat.
“Bolehkah kami memilikinya?“ Tanya Rino dan Rani.
“Anak anjing ini milik kepolisian. Bila besar nanti ia akan menjadi anjing polisi juga,” kata Pak Polisi. ”Tapi kalian masih boleh bermain dengan Mumu hari ini. Besok kami harus mengambilnya kembali.” Rino dan Rani mengangguk. Mereka bertiga bermain kembali.
Ketika malam tiba, Rino dan Rani tidak bisa tidur. Mereka ingin menemani Mumu.
“Apakah kalian ingin memiliki anjing kecil? Bila mau, Ayah akan membelikan anjing lain,” kata ayah Rani. Rino dan Rani menggeleng. Oh, ternyata tidak ada seekor anjing pun yang bisa menggantikan Mumu.
“Maafkan kami, Mumu. Kami tidak bisa bermain denganmu lagi besok,” kata Rino sambil tertunduk sedih.
“Jangan lupakan kami, ya Mumu. Semoga kau bisa menjadi anjing polisi yang hebat,” sahut Rani sambil berlinang air mata. Tanpa sadar akhirnya mereka tertidur sambil memeluk Mumu. Diam-diam Mumu juga menangis. Ia sedih karena harus berpisah dengan Rino dan Rani. Dalam tidur Rino bermimpi. Mumu sudah besar dan menjadi anjing polisi. Mumu berkunjung ke taman kota, lalu mereka bertiga bermain. Esok paginya Pak Polisi menjemput Mumu.
“Guk guk guk!” Mumu mengucap selamat tinggal dari atas mobil. Rino dan Rani melambaikan tangan. Kini mereka tidak sedih lagi. Sebab meskipun berpisah, mereka telah memiliki kenangan yang lucu dan indah bersama Mumu.
“Lihat Rino, kasian sekali anak anjing itu,” ujar Rani.
“Ayo, kita tolong!” ajak Rino.
Hei, kalian jangan mengganggu anjing itu!” teriak Rino.
“Ya, itu anjing kami. Pergilah kalian!” seru Rani.
Akhirnya anak-anak itu pergi. Rino dan Rani menghampiri anak anjing tersebut. Ternyata kakinya terluka. Ia tidak bisa berjalan. Rino dan Rani menggendong anak anjing itu. Tetapi anak anjing itu melolong kesakitan. Ia tidak mau digendong.
“Aku ada akal. Tunggulah di sini,” kata Rino.
Lalu Rino pulang. Sebentar kemudian ia datang lagi sambil membawa gerobak kecil. Rino dan Rani membawa anak anjing itu pulang ke rumah Rino. Namun orang tua Rino tidak setuju anak anjing itu tinggal bersama mereka. Akhirnya anak anjing itu di bawa ke rumah Rani. Tapi untuk sementara ia harus tidur di gudang. Lalu mereka mengobati luka kakinya dan membalutnya dengan kain. Pagi-pagi sekali anak anjing itu sudah bangun. Ia keluar dari gudang dan masuk ke kamar Rani. Lalu ia mendorong-dorong tubuh Rani. Rani terbangun.
“Hei, kau sudah sembuh, ya?” tanya Rani senang.
“Guk guk guk!” anak anjing itu menyalak dan berputar-putar.
“Kita beri nama dia Bruno,” kata Rino.
“Aku lebih suka ia bernama Heli,” sahut Rani.
“Tidak, anjing itu harus bernama Bruno!” protes Rino.
“Tidak, aku maunya Heli!” Rani mulai kesal.
“Aku yang membawa gerobak untuknya!” kata Rino ketus.
“Aku yang pertama kali melihatnya!” Rani tidak mau kalah.
“Guk guk guk!” tiba-tiba anak anjing itu menyalak. Ia tidak suka melihat Rino dan Rani bertengkar. Lalu si anak anjing berguling. Rupanya ia ingin memperlihatkan kalungnya. Rino dan Rani melihat ada tulisan MUMU di kalung itu.
“Halo Mumu,” sapa mereka. “Guk guk guk,” anak anjing itu melonjak-lonjak gembira.
Kemudian Rino dan Rani mengajak Mumu berjalan-jalan di perumahan. Mumu tampak senang sekali. Tiba-tiba ada seekor kucing lewat. Mumu langsung mengejarnya. Kucing itu melewati halaman rumah Nenek Maya. Mumu mengejarnya… olala, Mumu menjatuhkan jemuran Nenek Ijah.
“Hai, anjing nakal. Ayo kembalikan jemuranku!” teriak Nenek Ijah. Rupanya sebuah sarung yang dijemur telah terbawa oleh Mumu. Hahaha, lihatlah Mumu, ia tampak seperti anjing badut. Rino dan Rani terus mengejar Mumu.
“Berhenti Mumu!” teriak mereka. Tapi Mumu terus saja berlari. Kini si kucing melewati pekarangan rumah Pak Hadi. Pak Hadi sedang memberi makan ayam-ayamnya. Ia membawa seember makanan ayam. Mumu mengejar kucing itu. Apa lagi yang terjadi? Ya ampun, Mumu telah membuat Pak Hadi terkejut. Ember di tangan Pak Hadi sampai terlepas dan jatuh tepat menutupi kepala Mumu. Mumu tidak bisa melihat. Ia berlari kesana kemari, hingga menabrak pohon. Hm, pekarangan Pak Hadi jadi berantakan. Rino dan Rani membawa Mumu pulang. Mereka memandikan Mumu sampai bersih dan wangi.
“Kami akan melatihmu menjadi anjing yang pintar,” kata Rino dan Rani. Setelah itu Rino dan Rani membawa Mumu ke taman kota. Mereka membawa mainan dan bangku tinggi.
“Mumu, ayo lompati bangku ini,” perintah Rani.
Tapi Mumu diam saja. Ia hanya memperhatikan bangku itu.
“Lihat aku, kau pasti bisa.” Lalu Rani memanjat bangku dan turun kembali. Mumu berputar-putar karena senang. Kemudian Mumu pun melompati bangku itu. Rino dan Rani bertepuk tangan.
“Mumu, ayo tangkap mainan ini,” perintah Rino sambil melempar mainan. Mumu diam saja. Ia hanya memperhatikan mainan itu melayang dan jatuh ke tanah.
“Lihat aku, kau pasti bisa,” kata Rino. Lalu Rani melempar mainan itu. Rino berlari dan menangkapnya. Mumu berputar-putar Karena senang. Kini Mumu berlari saat Rino melempar mainan. Hup, Mumu berhasil menangkap mainan itu. Rino dan Rani bertepuk tangan. Hari berikutnya Rino dan Rani mengajak Mumu bermain di tepi jalan. Tiba-tiba ada pemuda bertubuh gemuk merebut dompet dari tangan seorang ibu.
“Copet!” teriak si ibu. Rino dan Rani kaget. Mumu segera mengejar pemuda itu. Ia melompat tinggi dan menerjang si gemuk hingga terjatuh. Untunglah ada polisi yang sedang patrol
“Hei, mau kemana kalian. Ayo ikut kami!” kata Pak Polisi. Akhirnya kedua pemuda itu tertangkap. Mumu mengambil dompet itu lalu memberikannya kepada Rani. Kemudian kedua polisi itu mendekati, Rino, Rani, dan Mumu.
“Mumu, sedang apa kau di sini. Kami mencarimu ke mana-mana. Ayo pulanglah. Indukmu rindu padamu,” kata Polisi itu. Rupanya Mumu adalah anak seekor anjing polisi. Saat para polisi ingin melatihnya, si Mumu kabur. Akibatnya ia tersesat.
“Bolehkah kami memilikinya?“ Tanya Rino dan Rani.
“Anak anjing ini milik kepolisian. Bila besar nanti ia akan menjadi anjing polisi juga,” kata Pak Polisi. ”Tapi kalian masih boleh bermain dengan Mumu hari ini. Besok kami harus mengambilnya kembali.” Rino dan Rani mengangguk. Mereka bertiga bermain kembali.
Ketika malam tiba, Rino dan Rani tidak bisa tidur. Mereka ingin menemani Mumu.
“Apakah kalian ingin memiliki anjing kecil? Bila mau, Ayah akan membelikan anjing lain,” kata ayah Rani. Rino dan Rani menggeleng. Oh, ternyata tidak ada seekor anjing pun yang bisa menggantikan Mumu.
“Maafkan kami, Mumu. Kami tidak bisa bermain denganmu lagi besok,” kata Rino sambil tertunduk sedih.
“Jangan lupakan kami, ya Mumu. Semoga kau bisa menjadi anjing polisi yang hebat,” sahut Rani sambil berlinang air mata. Tanpa sadar akhirnya mereka tertidur sambil memeluk Mumu. Diam-diam Mumu juga menangis. Ia sedih karena harus berpisah dengan Rino dan Rani. Dalam tidur Rino bermimpi. Mumu sudah besar dan menjadi anjing polisi. Mumu berkunjung ke taman kota, lalu mereka bertiga bermain. Esok paginya Pak Polisi menjemput Mumu.
“Guk guk guk!” Mumu mengucap selamat tinggal dari atas mobil. Rino dan Rani melambaikan tangan. Kini mereka tidak sedih lagi. Sebab meskipun berpisah, mereka telah memiliki kenangan yang lucu dan indah bersama Mumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar